Sabtu, 27 Januari 2024

Risiko dan Konsekuensi Implementasi E-Kinerja di Papua Tahun 2024

 

Telaahan Staf Fasilitasi Kinerja ASN

Kantor Regional IX BKN Jayapura

tentang

Risiko dan Konsekuensi Implementasi E-Kinerja di Papua

 

 

I.             Persoalan

Rendahnya tingkat implementasi penyusunan SKP melalui aplikasi E-Kinerja BKN diukur melalui tampilan pada dashboard e-kinerja BKN secara nasional dan masih adanya instansi pemerintah daerah yang belum mengajukan permohonan adopsi penggunaan serta penunjukkan pegawai selaku Admin E-Kinerja Instansi (6 Instansi).

(Kondisi terakhir tahun 2023)

 

II.            Pranggapan

Terdapat beberapa dugaan yang dapat menjadi penyebab kurang optimalnya pencapaian target yang telah ditetapkan di tahun 2023.

 

1.    Faktor Eksternal

a.    Pengawasan dari Instansi Terkait - Lintas institusi/K/L

Belum adanya penegasan tentang kebijakan pemberian penghargaaan (TPP) dan sanksi berdasarkan kinerja ASN di lingkungan pemerintah daerah.

b.    Dukungan Pimpinan - Kebijakan

Rendahnya dukungan pimpinan daerah terhadap program prioritas nasional di bidang manajemen ASN yang hanya dipandang sebagai administrasi kepegawaian semata.

c.    Budaya Kerja - Patologi Birokrasi

Pemahaman ASN secara luas sebagai penerima layanan kepegawaian yang harus senantiasa dipenuhi haknya tanpa mempertimbangkan kewajiban yang harus dijalankan sehingga banyak ASN tidak berperan aktif mencari informasi, menyiapkan berkas dan memiliki akses layanan digital MyASN.

d.    Literasi Digital - Transformasi Digital

Tidak semua pihak pemangku kepentingan eksternal mengetahui unsur kewajiban dan aspek kemanfaatan dari penggunaan aplikasi e-kinerja dan kaitanya dengan pengimplementasian Si-ASN sebagai platform tunggal pelayanan kepegawaian.

e.    Diseminasi Kebijakan Nasional - Harmonisasi Peraturan

Belum dipahaminya prinsip dan ketentuan terkini tentang keharusan SPBE yang terintegrasi dalam pelayanan Manajemen Kepegawaian ASN sesuai amanat peraturan perundang-undangan terkait.

(UU 5 Tahun 2014 jo. UU 20 Tahun 2023 tentang ASN)

f.     Kebijakan Otonomi Khusus Papua - Rendahnya kualitas deregulasi kebijakan

Pemahaman yang salah terhadap kebijakan otonomi khusus Papua dan terkait batas kewenangan penyelenggaraan otonomi daerah.

 

2.    Faktor Internal terkait peran BKN.

a.    Pembinaan Manajemen ASN

Pembinaan Manajemen ASN saat ini belum bertransformasi karena terkesan tidak mendorong pengenalan digital enviroment dalam lingkungan kerja ASN (Penerapan Digitalisasi Probis). Kenyataan bahwa Pembinaan Sistem Manajemen Kinerja ASN yang kurang berfokus pada prinsip dasar yang telah digunakan dalam aplikasi dan operasional aplikasi sehingga terkesan sampai dengan saat ini banyak pengguna bahkan admin kinerja sekalipun tidak sepenuhnya memahami penggunaan aplikasi e-kinerja BKN yang sesungguhnya berakar dari prinsip dasar yang diatur dalam PerMENPANRB No.6 dan 7 Tahun 2023 terkait teknis pengelolaan kinerja ASN serta pola kerjanya.

b.    Pelayanan Kepegawaian ASN

Digitalisasi pelayanan kepegawaian belum didukung oleh tata kelola dokumentasi, kearsipan dan data kepegawaian yang lengkap menjadi penyebab sulitnya mengimplementasikan sistem yang menggunakan basis data kepegawaian pada instansi (Si-ASN Instansi). Hal lainnya yang menjadi penghambat respon instansi terhadap kebijakan BKN yakni pelayanan kepegawaian ASN yang terkesan menimbulkan berbagai pertanyaan karena perbedaan standar layanan antar unit pemberian layanan, salah satu contoh kasus yang cukup fatal adalah pemberian kesempatan bagi instansi pemerintah daerah untuk melakukan rekonsiliasi data kinerja melalui portal rekon pada Si-ASN BKN yang terkesan menyalahi ketentuan SE BKN No.16 Tahun 2023.

 

3.    Faktor Manajerial

Pengimplementasian kebijakan manajemen ASN terkait erat dengan teknis komponen manajerial (Mooney James D) seperti:

a.    Men

Keterbatasan SDM yang memenuhi syarat kualifikasi untuk membina pengelolaan Manajemen Kinerja ASN sehingga harus menggunakan metode TOT yang berkualitas.

b.    Facilites

Keterbatasan sumber daya/fasilitas dalam mendukung proses pembinaan sistem Manajemen Kinerja ASN secara digital yang hanya dilakukan secara tatap muka (luring) belum dioptimalkan dalam penyampaian secara daring.

c.    Methods

Keterbatasan metode yang dipakai untuk melakukan pembinaan dan pelayanan di bidang Manajemen Kepegawaian yang lebih berorientasi pada causal efek (reward and punishment) daripada aspek kemanfaatan bagi pegembangan kompetensi/karier ASN.

 

4.    Force Majeure

Pengimplementasian kebijakan digitalisasi manajemen ASN telah didorong secara optimal namun pada kenyataannya terdapat beberapa faktor yang menghambat prosesnya dan hal tersebut diluar kendali dan kewenangan BKN, ASN dan Pengelola Kepegawaian diantaranya :

a.    Ketersediaan dan aksebilitas sarpras pendukung.

Ketersediaan perangkat kerja yang mendukung seperti komputer, aksebilitas jaringan internet serta lokasi tempat kerja yang tidak ideal menjadi hambatan tersendiri dan hal ini diluar kendali instansi pembina manajemen ASN.

b.    Keterbukaan informasi publik.

Terindikasi sampai dengan saat ini banyak ASN di Papua yang belum mengetahui sama sekali terkait pentingnya penggunaan berbagai akses digital yang merupakan haknya sebagaimana diatur dalam perundang-undangan, salah satunya karena rendahnya tingkat penerapan prinsip keterbukaan informasi publik.

c.    Bencana alam dan isu keamanan.

Bencana alam dan isu keamanan menjadi alasan mendasari mengapa seringkali upaya penegakan dan implementasi kebijakan manajemen ASN menjadi ancaman tersendiri bagi pemangku kepentingan terkait seperti pengelola kepegawaian bahkan ASN secara umum.

d.    Konflik pribadi.

Benturan kepentingan dan aspek penyalahgunaan kewenangan seringkali menjadi salah satu kendala rendahnya upaya penyampaian informasi penting yang seharusnya tersedia setiap saat bagi para ASN.

I.             Fakta yang Mempengaruhi

1.    Mayoritas dan Minoritas Generasi ASN.









Sumber Data : Buku Statistik ASN, BKN (2023)

 

Berdasarkan kondisi data statistik ASN di tahun 2023 didominasi oleh Gen Y dan Gen X namun khusus di Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Papua Selatan jumlah ASN berjenis kelamin Laki-Laki lebih dominan daripada jumlah ASN berjenis kelamin Perempuan. Masing-masing generasi memilik karakteristik masing-masing namun perpaduan antara ASN Generasi X (Work Life Balance) dan Y (Freedom and Flexibility) sebenarnya akan sangat apik apabila dapat dipadupadankan mempercepat proses reformasi  birokrasi dan digitalisasi manajemen ASN.



Sumber: The Generation Gap and Emloyee Relationships, Research Gate (2017)

2.    Tingkat Pemerataan Akses dan Kegunaan Jaringan Internet




Sumber Data : Statistik Telekomunikasi Indonesia, BPS (2022)

 

Berdasarkan tingkat pemerataan akses internet per usia dibandingkan antar wilayah lain di timur Indonesia tidak memiliki perbedaan yang terlalu mencolok. Namun secara umum usia pengguna internet rata-rata berada di rentang generasi x dan y. Satu hal yang memprihatinkan adalah kegiatan utama yang dilakukan selama mengakses internet yang rata-rata didominasi oleh sosial media secara non formal dan sekolah secara formal. Sedangkan kegunaan dalam bekerja masih berada diurutan kedua setelah sekolah. Hal yang menarik adalah jumlah BTS di Papua dan Papua Barat yang melebihi daerah lain di Indonesia.

 

3.    Tingkat Literasi Digital


Sumber Data : Hasil Pengukuran Indeks Literasi Digital, Kominfo (2021)

Secara nasional, akses sinyal internet semakin terjangkau. Akan tetapi jaringan internet  yang tidak stabil sehingga koneksi sering terputus masih menjadi kendala utama. Selain  itu kebanyakan orang pada tahun 2021 merogoh kantong Rp 50.000 – Rp 100.000 per bulan  untuk akses internet. Komunikasi lewat pesan singkat dan bersosial media menjadi aktivitas  utama para responden ketika berselancar di internet. Media sosial menjadi sumber utama masyarakat untuk mengakses informasi sedangkan  televisi merupakan sumber yang paling dapat dipercaya. Alasannya adalah informasi dan  data yang disediakan jelas dan lengkap. Namun dalam hal mencerna berita, baik kebiasaan  negatif maupun kebiasaan positif cenderung menurun untuk dilakukan pada tahun 2021.

 

. Pada pengukuran Indeks Literasi Digital tahun 2021, literasi digital Indonesia termasuk ke  dalam kategori sedang dengan skor indeks 3,49. Skor Pilar Digital Skill adalah 3,44, Pilar  Digital Ethics 3,53, Pilar Digital Safety 3,10, dan Pilar Digital Culture 3,90. Pilar Digital Culture  merupakan pilar dengan skor tertinggi, sedangkan pilar Digital Safety adalah pilar paling  rendah.

 

Indeks Literasi Digital ini dianalisis berdasarkan beberapa faktor terkait karakteristik dan juga  profil responden. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki cenderung lebih banyak yang memiliki  indeks literasi digital di atas rata-rata nasional dibandingkan perempuan. Dilihat dari kategori  usia, semakin muda usianya cenderung lebih banyak yang memiliki indeks literasi digital di  atas rata-rata nasional dibandingkan usia yang lebih tua.

 

4.    Indeks Ber-AKHLAK



Sumber : Indeks BerAKHLAK Nasional, KEMENPANRB, 2022

 

Survei Indeks BerAKHLAK Tahun 2022 telah selesai digelar oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Hasil survei menunjukkan rata-rata indeks implementasi core values BerAKHLAK di 442 instansi pemerintah yang memenuhi syarat minimum responden adalah 60,9 persen atau di kategori B yaitu Cukup Sehat.  

Asisten Deputi Penguatan Budaya Kerja SDM Aparatur Kementerian PANRBmenjelaskan nilai Akuntabel mendapatkan nilai tertinggi dari keseluruhan implementasi nilai BerAKHLAK. Di dalam turunan nilai/perilaku Akuntabel, perilaku Bertanggung Jawab mendapatkan votes terbanyak. Sementara dalam nilai Adaptif yang mendapat nilai implementasi terendah, Siap Menghadapi Perubahan menjadi turunan perilaku yang mendapatkan votes paling sedikit.

 

“Jika dilihat secara keseluruhan, budaya yang sudah kuat adalah Akuntabel yaitu Bertanggung Jawab. Dan hal yang masih perlu dioptimalkan atau belum terasa jelas di dalam budaya ASN adalah Adaptif khususnya dalam perilaku Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan,” imbuhnya.

 

Meskipun hasil tersebut merupakan analisis atas keseluruhan 442 instansi pemerintah, tiap instansi dapat menunjukkan nilai implementasi yang berbeda-beda sesuai dengan situasi di masing-masing budaya kerja. Jika sudah mendapatkan laporan hasil survei, masing-masing instansi bisa fokus pada nilai-nilai yang perlu dioptimalkan atau diperbaiki ke depannya.

 

I.             Analisis

Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan “bowtie method” (James T. Reason) menggunakan berbagai gambaran risiko yang ada serta dampak dan peluang yang dapat dihadirkan sebagai mekanisme untuk perumusan kebijakan yang lebih komprehensif. Karena yang hendak saya dorong adalah bagaimana kita dapat mencegah timbulnya ancaman dan mengelola kendala yang hadir dalam proses pengimplementasian aplikasi E-Kinerja BKN di wilayah kerja Kanreg IX BKN Jayapura.

 

Salah satu faktor yang memegang peranan penting sebagaimana dijelaskan pada berbagai tren data dan fakta menunjukkan bahwa letak kelemahan ASN sebenarnya pada diri sendiri yang terkesan belum mau menerima perubahan yang ada. Walaupun demikian banyak juga ASN yang merupakan bagian dari masyarakat senantiasa menggunakan perangkat komputasi, gadget dan akses internet hanya sebagai hiburan semata dan tidak mempertimbangkan kegunaannya untuk keperluan kantor yang di saat ini beralih perlahan-lahan tata laksananya (probis) dan kelengkapannya secara digital.

 

Satu hal yang mungkin perlu menjadi komitmen bersama adalah bagaimana semua pihak mendorong meningkatnya budaya bekerja secara digital dan mulai meninggalkan cara-cara tradisional seperti persuratan dengan tanda tangan basah menjadi tanda tangan digital. Karena tanpa adanya pergerakan perubahan budaya mustahil bagi kita mendorong ASN untuk mendayagunakan segenap potensi dan peralatan kerja yang telah mereka miliki selama ini. Secara formal hal ini juga perlu dikawal dengan pemberian kebijakan bertahap menyesuaikan dengan kondisi yang ada sebagaimana amanat Otonomi Khusus Papua yang lebih pada upaya menciptakan berbagai kebijakan khusus yang dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pemerintahan lokal tanpa merupakan nilai luhur kearifan lokal setempat.

 

Berikut merupakan gambaran risiko dan konsekuensi yang mungkin muncul beserta berbagai tahapan untuk menyelesaikan hal tersebut.




 

 Keterangan : 

Setiap konsekuensi maupun ancaman yang timbul sebagai profil risiko akan dikelola secara bertahap dimulai dari level 1 (Recovery / Preventif Barrier 1 s/d 5 atau 6). Barrier atau batasan ditetapkan secara bertingkat dimana level I dijadikan tindakan awal dan akan dilanjutkan pada level kedua sampai level terakhir yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan Kanreg IX BKN Jayapura.

CONSEQUENCE & RECOVERY BARRIER

5 LEVEL


Prediksi Kendala di Tahun 2024



Prediksi Kendala di Tahun 2025

Prediksi Kendala di Tahun 2026















THREAT & PREVENTIVE BARRIER

6 LEVEL


FORCE MAJEURE


RESIKO EKSTERNAL

RESIKO INTERNAL


RESIKO MANAJERIAL













Klik Link Berikut untuk membuka file dalam format Ms. Excel 

BAGAN BOWTIE – E-KINERJA PAPUA TAHUN 2024


I.             Simpulan

Berdasarkan hasil telaah dan data pendukung dapat saya simpulkan bahwa kunci kesuksesan dan solusi atas permasalahan minimnya capaian kinerja pengimplementasian e-kinerja BKN tahun 2023 terhadap instansi di wilayah kerja Kanreg IX BKN Jayapura terdiri dari variabel yang dapat dikontrol seperti risiko maupun tidak dikontrol yakni dampak dalam kurun waktu tertentu (tidak pasti).  

Dengan mempertimbangkan nilai patriarki yang berlaku di budaya dan adat Papua, didukung oleh besarnya jumlah ASN yang berjenis kelamin laki-laki dan laju pertumbuhan penggunaan internet saya menyimpulkan hadirnya peluang yang besar dalam pengimplementasian e-kinerja BKN. Hanya saja perubahan yang perlu di dorong bukan pada pengenalan dan penggunaan aplikasi namun dimulai dari komitmen pimpinan (BKN dan Instansi) untuk mendukung diseminasi kebijakan dan memrioritaskan peningkatan kemampuan literasi digital ASN. Hal ini hanya dapat terjadi apabila terjalin kerja sama yang harmonis sesuai dengan amanat reformasi birokrasi yang fleksibel dan kolaboratif.


II.            Saran

Saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan sesuai dengan kesimpulan saya berdasarkan prinsip yang bersumber dari “Instrumen dan Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pelayanan Publik”  sebagaimana diatur dalam PerMENPAN-RB No. 1 Tahun 2022, dapat dibagi dalam beberapa aspek, diantaranya.

 

a.    Aspek Keadilan

Berpijak pada prinsip penyelenggaraan otonomi khusus di Papua keadilan dalam pemberian kebijakan terkait pengimplementasian e-kinerja haruslah yang berorientasi pada upaya peningkatan kapasitas dan kapabilitas ASN disertai dengan pemberian pemahaman dengan mempertimbangkan kondisi yang ada sehingga kebijakan yang ada haruslah sebagai bentuk transisi awal menuju bentuk ideal yang berlaku secara nasional.

b.    Apek Partisipasi

Setiap pihak yang terlibat sebagai pemangku kepentingan baik penerima dan pemberi layanan pada hakikatnya memilik perannya masing-masing sehingga senantiasa harus dilibatkan dalam berbagai tahapan transformasi digitalisasi manajemen ASN di Papua salah satunya adalah lewat publikasi lintas media tentang berbagai perubahan terkini tentang manajemen ASN yang dapat mudah dipahami oleh kalangan masyarakat luas.

c.    Aspek Akuntabilitas

Pengaplikasian Manajemen Kinerja ASN melalui E-Kinerja BKN lebih dari sekedar teknis menginput aplikasi karena merupakan wujud kinerja yang dapat dipertanggungjawabkan dengan adanya mekanisme pengunggahan / penautan link eviden. Tetapi kedepannya aspek akuntabiltas harus tampak pada tahapan intervensi rencana kerja yang terjadi serta pemberian penghargaan berupa TPP berbasis laporan kinerja.

d.    Aspek Transparansi

Setiap ASN berhak menerima informasi, penjelasan tentang kebijakan, mengajukan pengaduan dan mendapatkan solusi yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

e.    Aspek Berdaya guna

E-Kinerja BKN sekiranya dapat menjadi pemantik tercapainya berbagai sasaran pengimplementasian fasilitasi SPBE pemerintah seperti, tanda tangan digital, sistem kearsipan dinamis dan sebagainya.

f.     Aspek Aksebilitas

Sesuai dengan amanat peraturan teknis tentang Si-ASN dan road map pengembangan SPBE di bidang pelayanan dan pembinaan manajemen ASN sudah jelas memberi amanat bagi BKN dan pengelola kepegawaian selaku wali data dan ASN dalam kedudukannya sebagai pemilik atau produsen data sehingga wajib hukumnya bagi setiap pengelola kepegawaian memastikan para ASN dapat mempergunakan layanan kepegawaian secara digital sesuai dengan kewenangannya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Demikian telaah ini dibuat sebagai hasil analisa yang sekiranya dapat berguna dalam pembobotan rencana aksi maupun perumusan kebijakan teknis pengimplementasian E-Kinerja BKN dalam mendorong hadirnya birokrasi digital di tanah Papua.

 

Jayapura, 24 Januari 2024



PROGRAM PENGAYAAN BAHASA LPDP RI BATCH 1 - TAHUN 2024 - Caraka Safalta - 18 Maret 2024 s/d 18 September 2024 - Inlingua x LPDP - Jakarta

PROGRAM PENGAYAAN BAHASA LPDP RI BATCH 1 - TAHUN 2024 Instagram Link  PENGAYAAN BAHASA LPDP x INLINGUA [CARAKA SAFALTA] (@pblpdpinlingua) • ...