Minggu, 05 November 2023

Keterbukaan Informasi sebagai salah satu strategi untuk mengoptimalkan Reformasi Birokrasi ASN di Bumi Cenderawasih

New Public Service

Perkembangan teknologi informasi mengharuskan terjadinya berbagai perubahan mendasar yang berdampak pada setiap lini kehidupan manusia. Hal ini tidak terkecuali memberi sumbangsih besar terhadap perubahan pelayanan publik pemerintah yang erat dengan birokrasi pemerintahan. Membahas reformasi birokrasi tidak boleh terlepas dari prinsip dasar yang menaunginya tentang perubahan paradigma Old Public Administration (OPA) dan New Public Management (NPM) yang telah menjadi New Public Service (NPS). Salah satu yang menonjol dari proses perubahan paradigma ini dimana NPS lebih menekankan pada upaya birokrasi untuk mewujudkan segenap harapan masyarakat atau pemangku kepentingan terkait.

Secara singkat pergeseran paradigma Administrasi Publik yang mendasari terjadinya reformasi birokrasi (NPM) dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Sumber: Spirit Reformasi Birokrasi Publik, Djani William, 2020.

Berdasarkan perbedaan yang ditampilkan ditinjau dari berbagai aspek terdapat kesamaan yang cukup menonjol dimana masyarakat sebagai titik sentral fokus dari kehadiran birokrasi pemerintahan itu sendiri. Dengan kata lain Semua yang dilakukan oleh institusi pemerintahan haruslah­ lebih pada penyediaan layanan publik yang sesuai dengan ekspektasi masyarakat dan disertai dengan diskresi yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.

Hulu dan Hilir Permasalahan Reformasi Birokrasi

Hal senada juga tampak pada isu strategis di tingkat hulu dalam PerMENPAN No.3 Tahun 2023 tentang perubahan atas peraturan sebelumnya tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024 dimana penyebab terhambatnya capaian reformasi birokrasi nasional yang didominasi oleh permasalahan di institusi pemerintahan itu sendiri. Dimana nampak bahwa birokrasi belum kolaboratif, pengimplementasian SPBE yang masih belum optimal, lamanya proses penyederhanan struktur dan mekanisme kerja baru, lemahnya sistem pengawasan dalam penyelengaraan pemerintahan, dan kesemuanya itu disebabkan oleh belum meratanya pemahaman ASN selaku pelayan masyarakat dan aktor pemerintahan terhadap prinsip dasar Core Values ASN-BerAKHLAK.

Bercermin dari hasil evaluasi BPK-RI (2021) terhadap Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat disimpulkan dalam dua substansi yakni keberlanjutan otonomi khusus Papua dan Pengelolaan Data Otonomi Khusus Papua ditemukan beberapa aspek yang perlu diperbaiki diantaranya rendahnya pemerataan tingkat kesejahteraan masyarakat (IPM), penyalagunaan anggaran, lemahnya entitlement dalam ranah hukum (deregulasi kebijakan) , kelembagaan yang kurang optimal dan kapasitas SDM pemerintahan yang kurang mumpuni.

Selama periode 2008-2019, BPK telah melakukan pemeriksaan atas pengelolaan Dana Otsus pada Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan beberapa pemerintah kabupaten/kota di kedua provinsi tersebut. Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan adanya permasalahan mendasar dalam pengelolaan Dana Otsus Papua pada aspek regulasi, kelembagaan, dan sumber daya manusia. Dari 1.500 rekomendasi hasil pemeriksaan BPK, sebanyak 527 (35%) rekomendasi belum selesai ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan masih banyak permasalahan yang belum terselesaikan, sehingga berdampak pada belum tercapainya tujuan otonomi khusus di Bumi Cenderawasih.


Link Referensi: 

https://www.bpk.go.id/assets/files/storage/2021/01/file_storage_1611741659.pdf


Menurut saya yang menjadi isu cukup signifikan terkait ciri kekhususan atau entitlement lewat program prioritas seharusnya ditentukan oleh masing-masing daerah dan hal itu hanya dapat diwujudkan lewat hadirnya pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Akan tetapi pada kenyataannya seringkali program prioritas dan sasaran strategis tidak sejalan dengan kondisi riil yang diharapkan masyarakat. Pada kenyataan selama ini acap kali banyak ASN tidak mengetahui tugas pokok, fungsi dan isu strategis yang dipangku mereka selaku pelayan publik hal ini kemudian berujung pada munculnya anggapan bahwa ASN akan bekerja apabila telah diperintah oleh pejabat yang berwenang. Rendahnya kapasitas kelembagaan juga nampak pada minimnya pengimplementasian Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan (SOP-AP) di OPD.  Padahal di era reformasi birokrasi ini semua pihak dituntut untuk berkinerja tinggi dan memiliki kemampuan literasi digital yang mencukupi.

Keterbukaan Informasi Publik di Bumi Cenderawasih

Berdasarkan pengalaman saya selama bertugas dalam menjalankan pembinaan Sistem Manajemen ASN di wilayah kerja Kantor Regional IX BKN Jayapura satu hal yang menjadi kendala lambannya respon publik ASN terhadap perubahan terletak pada diseminasi informasi yang kurang optimal. Padahal Informasi publik adalah hak setiap masyarakat sesuai dengan amanat UUD 1945. Lebih tepatnya pada pasal 28 F dinyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangankan pribadi dan lingkungan sosiallnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan mengunakan segala jenis saluran yang tersedia”.  Keterkaitan informasi publik dengan lingkungan pemerintahan dapat dilihat pada UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pada bagian tujuan diantaranya :

  1. Mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.
  2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik.
  3. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik.
  4. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
  5. Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
  6. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
  7. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan informasi yang berkualitas.



Dugaan tesebut kemudian terkonfirmasi pada hasil penilaian Indeks Keterbukaan Informasi Publik oleh Komisi Informasi RI tahun 2022. Dimana Provinsi Papua menduduki posisi kedua capaian terendah berdasarkan instrumen pengukuran yang telah ditetapkan oleh Komisi Informasi RI. Pada bagian akhir laporan disimpulkan bahwa kondisi capaian Provinsi Papua (63,63) dan Papua Barat (65,87) berada pada kategori rentan sehingga perlu mendapat perhatian lebih sebab terkait juga dengan upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik / good gorvernance.  Sedangkan rekomendasi yang dirumuskan yang terkait langsung dengan pemerintahan daerah dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

No.

Tujuan Rekomendasi

Rekomendasi

1

Kementerian Dalam Negeri

Mendukung pelaksanaan Undang-undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan penguatan kapasitas kelembagaan dan kinerja PPID melalui Peraturan Menteri yang secara substansi berisi, 1) kewajiban pelaksanaan keterbukaan informasi publik bagi pemerintah provinsi, kota dan kabupaten, dan 2) dukungan alokasi anggaran yang memadai di setiap daerah untuk pengelolaan keterbukaan informasi publik.

2

Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi

1) Secara aktif mengawasi pelaksanaan keterbukaan informasi publik di provinsi masing-masing;

2) Membuat dan memastikan terlaksananya kebijakan yang menjamin dan melindungi secara hukum kepada whistleblower di provinsi masing-masing.

3

Pemerintah Provinsi

1) Meningkatkan alokasi anggaran dan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi Komisi Informasi Daerah dan pengelola informasi publik di provinsi masing-masing;

2) Menginstruksikan setiap badan publik untuk membuka informasi publik sebagaimana amanat Undang-undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;

3) Mendorong setiap badan publik untuk melakukan sosialisasi dan literasi keterbukaan informasi publik.

4

Badan Publik, organisasi yang menggunakan dana APBN/APBD dan bantuan asing.

1) Membuka informasi publiknya tanpa diskriminasi dan ramah pada kelompok-kelompok masyarakat dengan keterbatasan, terutama kelompok difabel dan yang jauh dari akses teknologi;

2) Memastikan penerapan prinsip-prinsip proporsionalitas dalam pembatasan pemberian informasi sesuai UU No.14 Tahun 2008.

5

Masyarakat Umum

1) Terlibat aktif dalam meningkatkan kualitas keterbukaan informasi publik, terutama pada perencanaan, pengambilan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan publik di daerahnya masing-masing;

2) Terlibat aktif dalam pemantauan, pelaporan dan pengajuan sengketa keterbukaan informasi publik pada badan publik yang tidak menyediakan informasi publik sebagaimana amanat Undang-undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

 

Link Laporan IKIP :

https://drive.google.com/file/d/1j__deOIFoz5eVAEow1AXNHqsPRzu55Nw/view

 

Diseminasi Informasi Publik sebagai wujud kolaborasi.

Menurut saya kolaborasi menjadi sangat penting mengingat tantangan pelayanan di era reformasi birokrasi dengan perubahan perspektif tata kelola pemerintahan yang berpihak terhadap kearifan lokal setempat dalam iklim Kebijakan Otonomi Khusus Papua (UU No.2 Tahun 2022 jo. UU 21 Tahun 2001). Saya kemudian menemukan fakta dari berbagai referensi yang saya baca terkait opini berbagai lembaga pemerintahan tentang pengelolaan kebijakan dan dana otonomi khusus Papua dimana terindikasi kurang sinkronnya unsur perencanaan pemerintah daerah dengan tujuan hakiki penyelenggaraan otonomi khusus Papua yang seharusnya menjembatani kesenjangan pembangunan dengan visi membangun kemandirian fiskal daerah berbasis PAD. Sehingga disarankan agar Pemerintah Pusat dan Daerah perlu melakukan upaya penguatan dan sinkronisasi program dan kegiatan untuk percepatan pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta peningkatan perekonomian di daerah Otsus (Kajian Efektifitas Implementasi Dana Otsus – Kementerian Keuangan RI – 2019). Disamping itu rupanya dari tahun 2021 BAPPENAS telah mendorong pengimplementasian reformasi birokrasi dan manajemen talenta nasional (Permen PPN No.5 Tahun 2021) lewat terkait pengadaan SDM OAP di kementerian / lembaga dan sekolah kedinasan serta pemagangan ASN di Kementerian Lembaga. Walaupun semuanya itu telah dilaksanakan tetapi dampaknya belumlah signifikan karena pemerintah seolah-olah berjalan sendiri tanpa melibatkan masyarakat sebagai pemangku kepentingan terkait.

Menjadi pertanyaan kita bersama kedepannya adalah seberapa besar komitmen pemerintah daerah untuk mendorong pelaksanaan manajemen perubahan sektor pemerintahan. Sebab hal tersebut telah dijawab secara konkrit melalui strategi dalam kerangka PerPRES No.24 Tahun 2023 tentang RIPPP pada butir strategi 21 terkait meningkatkan penyelenggaraan pelayanan publik terpadu. Prioritas kunci yang dimaksud adalah Penguatan Open Government Indonesia (OGI) di Papua yang terdiri atas beberapa fokus diantaranya :

  1. Peningkatan kualitas pengaduan pelayanan publik.
  2. Pengembangan model inovasi pelayanan publik untuk kelompok marjinal.
  3. Pengembangan portal keterbukaan informasi dan partisipasi publik.
  4. Percepatan terwujudnya keterbukaan Pemerintah Daerah dan pelayanan publik yang optimal.
  5. Peningkatan sinergitas pengawasan antara masyarakat dan pemerintah daerah.
  6. Peningkatan pelayan publik  yang inklusif dan mengedepankan partisipasi masyarakat dalam proses ko-kreasi dan evaluasi pelayanan publik.

Penutup

Pada akhirnya saya menyimpulkan keterbukaan informasi sebagai kunci utama pengimplementasian konsep reformasi birokrasi dalam pelayanan khususnya dalam konteks diskresi kebijakan di bumi cenderawasih. Karena menurut saya perubahan dapat terjadi apabila para pimpinan daerah berkomitmen untuk memastikan pemerintah dan masyarakat mendapatkan informasi publik yang dibutuhkan. Apabila diseminasi informasi tersebut sudah merata maka sudah dapat dipastikan semua pemangku kepentingan dalam perannya masing-masing baik itu ASN maupun  masyarakat luas dapat turut serta berpartisipasi karena telah menangkap sisi positif dari setiap kebijakan yang ada.  Akhir kata saya menyarankan agar setiap unsur yang terkait dengan pemerintahan dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan melalui PPID maupun berbagai portal terpercaya lainnya sehingga meminimalisir kemungkinan timbulnya berbagai konflik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PROGRAM PENGAYAAN BAHASA LPDP RI BATCH 1 - TAHUN 2024 - Caraka Safalta - 18 Maret 2024 s/d 18 September 2024 - Inlingua x LPDP - Jakarta

PROGRAM PENGAYAAN BAHASA LPDP RI BATCH 1 - TAHUN 2024 Instagram Link  PENGAYAAN BAHASA LPDP x INLINGUA [CARAKA SAFALTA] (@pblpdpinlingua) • ...