Telaahan
Staf Fasilitasi Kinerja ASN
Kantor
Regional IX BKN Jayapura
tentang
Risiko
dan Konsekuensi Implementasi E-Kinerja di Papua
I.
Persoalan
Rendahnya tingkat implementasi
penyusunan SKP melalui aplikasi E-Kinerja BKN diukur melalui tampilan pada
dashboard e-kinerja BKN secara nasional dan masih adanya instansi pemerintah
daerah yang belum mengajukan permohonan adopsi penggunaan serta penunjukkan
pegawai selaku Admin E-Kinerja Instansi (6 Instansi).
(Kondisi terakhir tahun 2023)
II.
Pranggapan
Terdapat beberapa dugaan yang
dapat menjadi penyebab kurang optimalnya pencapaian target yang telah
ditetapkan di tahun 2023.
1. Faktor
Eksternal
a. Pengawasan
dari Instansi Terkait - Lintas institusi/K/L
Belum adanya penegasan tentang
kebijakan pemberian penghargaaan (TPP) dan sanksi berdasarkan kinerja ASN di
lingkungan pemerintah daerah.
b. Dukungan
Pimpinan - Kebijakan
Rendahnya dukungan pimpinan
daerah terhadap program prioritas nasional di bidang manajemen ASN yang hanya
dipandang sebagai administrasi kepegawaian semata.
c. Budaya
Kerja - Patologi Birokrasi
Pemahaman ASN secara luas sebagai penerima layanan kepegawaian yang harus senantiasa dipenuhi haknya tanpa mempertimbangkan kewajiban yang harus dijalankan sehingga banyak ASN tidak berperan aktif mencari informasi, menyiapkan berkas dan memiliki akses layanan digital MyASN.
d. Literasi
Digital - Transformasi Digital
Tidak semua pihak pemangku
kepentingan eksternal mengetahui unsur kewajiban dan aspek kemanfaatan dari
penggunaan aplikasi e-kinerja dan kaitanya dengan pengimplementasian Si-ASN
sebagai platform tunggal pelayanan kepegawaian.
e. Diseminasi
Kebijakan Nasional - Harmonisasi Peraturan
Belum dipahaminya prinsip dan
ketentuan terkini tentang keharusan SPBE yang terintegrasi dalam pelayanan
Manajemen Kepegawaian ASN sesuai amanat peraturan perundang-undangan terkait.
(UU 5 Tahun 2014 jo. UU 20
Tahun 2023 tentang ASN)
f. Kebijakan
Otonomi Khusus Papua - Rendahnya kualitas deregulasi kebijakan
Pemahaman yang salah terhadap
kebijakan otonomi khusus Papua dan terkait batas kewenangan penyelenggaraan
otonomi daerah.
2. Faktor
Internal terkait peran BKN.
a. Pembinaan
Manajemen ASN
Pembinaan Manajemen ASN saat ini belum bertransformasi karena terkesan tidak mendorong pengenalan digital enviroment dalam lingkungan kerja ASN (Penerapan Digitalisasi Probis). Kenyataan bahwa Pembinaan Sistem Manajemen Kinerja ASN yang kurang berfokus pada prinsip dasar yang telah digunakan dalam aplikasi dan operasional aplikasi sehingga terkesan sampai dengan saat ini banyak pengguna bahkan admin kinerja sekalipun tidak sepenuhnya memahami penggunaan aplikasi e-kinerja BKN yang sesungguhnya berakar dari prinsip dasar yang diatur dalam PerMENPANRB No.6 dan 7 Tahun 2023 terkait teknis pengelolaan kinerja ASN serta pola kerjanya.
b. Pelayanan
Kepegawaian ASN
Digitalisasi pelayanan
kepegawaian belum didukung oleh tata kelola dokumentasi, kearsipan dan data kepegawaian
yang lengkap menjadi penyebab sulitnya mengimplementasikan sistem yang
menggunakan basis data kepegawaian pada instansi (Si-ASN Instansi). Hal lainnya
yang menjadi penghambat respon instansi terhadap kebijakan BKN yakni pelayanan
kepegawaian ASN yang terkesan menimbulkan berbagai pertanyaan karena perbedaan standar
layanan antar unit pemberian layanan, salah satu contoh kasus yang cukup fatal
adalah pemberian kesempatan bagi instansi pemerintah daerah untuk melakukan
rekonsiliasi data kinerja melalui portal rekon pada Si-ASN BKN yang terkesan
menyalahi ketentuan SE BKN No.16 Tahun 2023.
3. Faktor
Manajerial
Pengimplementasian kebijakan manajemen
ASN terkait erat dengan teknis komponen manajerial (Mooney James D)
seperti:
a. Men
Keterbatasan SDM yang memenuhi
syarat kualifikasi untuk membina pengelolaan Manajemen Kinerja ASN sehingga
harus menggunakan metode TOT yang berkualitas.
b. Facilites
Keterbatasan sumber
daya/fasilitas dalam mendukung proses pembinaan sistem Manajemen Kinerja ASN
secara digital yang hanya dilakukan secara tatap muka (luring) belum
dioptimalkan dalam penyampaian secara daring.
c. Methods
Keterbatasan metode yang
dipakai untuk melakukan pembinaan dan pelayanan di bidang Manajemen Kepegawaian
yang lebih berorientasi pada causal efek (reward and punishment) daripada aspek
kemanfaatan bagi pegembangan kompetensi/karier ASN.
4. Force
Majeure
Pengimplementasian kebijakan
digitalisasi manajemen ASN telah didorong secara optimal namun pada
kenyataannya terdapat beberapa faktor yang menghambat prosesnya dan hal
tersebut diluar kendali dan kewenangan BKN, ASN dan Pengelola Kepegawaian
diantaranya :
a. Ketersediaan
dan aksebilitas sarpras pendukung.
Ketersediaan perangkat kerja
yang mendukung seperti komputer, aksebilitas jaringan internet serta lokasi
tempat kerja yang tidak ideal menjadi hambatan tersendiri dan hal ini diluar
kendali instansi pembina manajemen ASN.
b. Keterbukaan
informasi publik.
Terindikasi sampai dengan saat
ini banyak ASN di Papua yang belum mengetahui sama sekali terkait pentingnya
penggunaan berbagai akses digital yang merupakan haknya sebagaimana diatur
dalam perundang-undangan, salah satunya karena rendahnya tingkat penerapan
prinsip keterbukaan informasi publik.
c. Bencana
alam dan isu keamanan.
Bencana alam dan isu keamanan
menjadi alasan mendasari mengapa seringkali upaya penegakan dan implementasi
kebijakan manajemen ASN menjadi ancaman tersendiri bagi pemangku kepentingan
terkait seperti pengelola kepegawaian bahkan ASN secara umum.
d. Konflik
pribadi.
Benturan kepentingan dan aspek
penyalahgunaan kewenangan seringkali menjadi salah satu kendala rendahnya upaya
penyampaian informasi penting yang seharusnya tersedia setiap saat bagi para
ASN.
I.
Fakta yang Mempengaruhi
1. Mayoritas
dan Minoritas Generasi ASN.
Sumber Data : Buku
Statistik ASN, BKN (2023)
Berdasarkan
kondisi data statistik ASN di tahun 2023 didominasi oleh Gen Y dan Gen X namun
khusus di Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Papua Selatan jumlah
ASN berjenis kelamin Laki-Laki lebih dominan daripada jumlah ASN berjenis
kelamin Perempuan. Masing-masing generasi memilik karakteristik masing-masing
namun perpaduan antara ASN Generasi X (Work Life Balance) dan Y (Freedom and
Flexibility) sebenarnya akan sangat apik apabila dapat dipadupadankan
mempercepat proses reformasi birokrasi
dan digitalisasi manajemen ASN.
Sumber:
The
Generation Gap and Emloyee Relationships, Research Gate (2017)
2. Tingkat
Pemerataan Akses dan Kegunaan Jaringan Internet
Sumber Data : Statistik Telekomunikasi Indonesia, BPS (2022)
Berdasarkan
tingkat pemerataan akses internet per usia dibandingkan antar wilayah lain di
timur Indonesia tidak memiliki perbedaan yang terlalu mencolok. Namun secara
umum usia pengguna internet rata-rata berada di rentang generasi x dan y. Satu
hal yang memprihatinkan adalah kegiatan utama yang dilakukan selama mengakses
internet yang rata-rata didominasi oleh sosial media secara non formal dan
sekolah secara formal. Sedangkan kegunaan dalam bekerja masih berada diurutan
kedua setelah sekolah. Hal yang menarik adalah jumlah BTS di Papua dan Papua
Barat yang melebihi daerah lain di Indonesia.
3. Tingkat
Literasi Digital
Sumber Data : Hasil
Pengukuran Indeks Literasi Digital, Kominfo (2021)
Secara
nasional, akses sinyal internet semakin terjangkau. Akan tetapi jaringan
internet yang tidak stabil sehingga
koneksi sering terputus masih menjadi kendala utama. Selain itu kebanyakan orang pada tahun 2021 merogoh
kantong Rp 50.000 – Rp 100.000 per bulan
untuk akses internet. Komunikasi lewat pesan singkat dan bersosial media
menjadi aktivitas utama para responden
ketika berselancar di internet. Media sosial menjadi sumber utama masyarakat
untuk mengakses informasi sedangkan
televisi merupakan sumber yang paling dapat dipercaya. Alasannya adalah
informasi dan data yang disediakan jelas
dan lengkap. Namun dalam hal mencerna berita, baik kebiasaan negatif maupun kebiasaan positif cenderung
menurun untuk dilakukan pada tahun 2021.
. Pada
pengukuran Indeks Literasi Digital tahun 2021, literasi digital Indonesia
termasuk ke dalam kategori sedang dengan
skor indeks 3,49. Skor Pilar Digital Skill adalah 3,44, Pilar Digital Ethics 3,53, Pilar Digital Safety
3,10, dan Pilar Digital Culture 3,90. Pilar Digital Culture merupakan pilar dengan skor tertinggi,
sedangkan pilar Digital Safety adalah pilar paling rendah.
Indeks
Literasi Digital ini dianalisis berdasarkan beberapa faktor terkait
karakteristik dan juga profil responden.
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki cenderung lebih banyak yang memiliki indeks literasi digital di atas rata-rata
nasional dibandingkan perempuan. Dilihat dari kategori usia, semakin muda usianya cenderung lebih
banyak yang memiliki indeks literasi digital di
atas rata-rata nasional dibandingkan usia yang lebih tua.
4. Indeks
Ber-AKHLAK
Sumber : Indeks
BerAKHLAK Nasional, KEMENPANRB, 2022
Survei
Indeks BerAKHLAK Tahun 2022 telah selesai digelar oleh Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Hasil survei
menunjukkan rata-rata indeks implementasi core values BerAKHLAK di 442 instansi
pemerintah yang memenuhi syarat minimum responden adalah 60,9 persen atau di
kategori B yaitu Cukup Sehat.
Asisten
Deputi Penguatan Budaya Kerja SDM Aparatur Kementerian PANRBmenjelaskan nilai
Akuntabel mendapatkan nilai tertinggi dari keseluruhan implementasi nilai
BerAKHLAK. Di dalam turunan nilai/perilaku Akuntabel, perilaku Bertanggung
Jawab mendapatkan votes terbanyak. Sementara dalam nilai Adaptif yang mendapat
nilai implementasi terendah, Siap Menghadapi Perubahan menjadi turunan perilaku
yang mendapatkan votes paling sedikit.
“Jika dilihat secara
keseluruhan, budaya yang sudah kuat adalah Akuntabel yaitu Bertanggung Jawab.
Dan hal yang masih perlu dioptimalkan atau belum terasa jelas di dalam budaya
ASN adalah Adaptif khususnya dalam perilaku Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan,”
imbuhnya.
Meskipun
hasil tersebut merupakan analisis atas keseluruhan 442 instansi pemerintah,
tiap instansi dapat menunjukkan nilai implementasi yang berbeda-beda sesuai
dengan situasi di masing-masing budaya kerja. Jika sudah mendapatkan laporan
hasil survei, masing-masing instansi bisa fokus pada nilai-nilai yang perlu
dioptimalkan atau diperbaiki ke depannya.
I.
Analisis
Analisis dilakukan dengan
menggunakan pendekatan “bowtie method” (James T. Reason) menggunakan
berbagai gambaran risiko yang ada serta dampak dan peluang yang dapat
dihadirkan sebagai mekanisme untuk perumusan kebijakan yang lebih komprehensif.
Karena yang hendak saya dorong adalah bagaimana kita dapat mencegah timbulnya
ancaman dan mengelola kendala yang hadir dalam proses pengimplementasian
aplikasi E-Kinerja BKN di wilayah kerja Kanreg IX BKN Jayapura.
Salah
satu faktor yang memegang peranan penting sebagaimana dijelaskan pada berbagai
tren data dan fakta menunjukkan bahwa letak kelemahan ASN sebenarnya pada diri
sendiri yang terkesan belum mau menerima perubahan yang ada. Walaupun demikian
banyak juga ASN yang merupakan bagian dari masyarakat senantiasa menggunakan perangkat
komputasi, gadget dan akses internet hanya sebagai hiburan semata dan tidak
mempertimbangkan kegunaannya untuk keperluan kantor yang di saat ini beralih
perlahan-lahan tata laksananya (probis) dan kelengkapannya secara digital.
Satu
hal yang mungkin perlu menjadi komitmen bersama adalah bagaimana semua pihak
mendorong meningkatnya budaya bekerja secara digital dan mulai meninggalkan
cara-cara tradisional seperti persuratan dengan tanda tangan basah menjadi
tanda tangan digital. Karena tanpa adanya pergerakan perubahan budaya mustahil
bagi kita mendorong ASN untuk mendayagunakan segenap potensi dan peralatan
kerja yang telah mereka miliki selama ini. Secara formal hal ini juga perlu
dikawal dengan pemberian kebijakan bertahap menyesuaikan dengan kondisi yang
ada sebagaimana amanat Otonomi Khusus Papua yang lebih pada upaya menciptakan
berbagai kebijakan khusus yang dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas
pemerintahan lokal tanpa merupakan nilai luhur kearifan lokal setempat.
Berikut merupakan gambaran risiko
dan konsekuensi yang mungkin muncul beserta berbagai tahapan untuk
menyelesaikan hal tersebut.
Setiap konsekuensi maupun ancaman yang timbul sebagai profil risiko akan dikelola secara bertahap dimulai dari level 1 (Recovery / Preventif Barrier 1 s/d 5 atau 6). Barrier atau batasan ditetapkan secara bertingkat dimana level I dijadikan tindakan awal dan akan dilanjutkan pada level kedua sampai level terakhir yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan Kanreg IX BKN Jayapura.
CONSEQUENCE
& RECOVERY BARRIER
5
LEVEL
Prediksi Kendala di Tahun 2024
Prediksi Kendala di Tahun 2025
Prediksi Kendala di Tahun 2026
Klik Link Berikut untuk membuka file dalam format Ms. Excel
BAGAN BOWTIE – E-KINERJA PAPUA TAHUN
2024
I.
Simpulan
Berdasarkan
hasil telaah dan data pendukung dapat saya simpulkan bahwa kunci kesuksesan dan
solusi atas permasalahan minimnya capaian kinerja pengimplementasian e-kinerja
BKN tahun 2023 terhadap instansi di wilayah kerja Kanreg IX BKN Jayapura
terdiri dari variabel yang dapat dikontrol seperti risiko maupun tidak
dikontrol yakni dampak dalam kurun waktu tertentu (tidak pasti).
Dengan
mempertimbangkan nilai patriarki yang berlaku di budaya dan adat Papua,
didukung oleh besarnya jumlah ASN yang berjenis kelamin laki-laki dan laju
pertumbuhan penggunaan internet saya menyimpulkan hadirnya peluang yang besar
dalam pengimplementasian e-kinerja BKN. Hanya saja perubahan yang perlu di
dorong bukan pada pengenalan dan penggunaan aplikasi namun dimulai dari
komitmen pimpinan (BKN dan Instansi) untuk mendukung diseminasi kebijakan dan memrioritaskan
peningkatan kemampuan literasi digital ASN. Hal ini hanya dapat terjadi apabila
terjalin kerja sama yang harmonis sesuai dengan amanat reformasi birokrasi yang
fleksibel dan kolaboratif.
II.
Saran
Saran yang dapat menjadi bahan
pertimbangan sesuai dengan kesimpulan saya berdasarkan prinsip yang bersumber dari
“Instrumen dan Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan
Pelayanan Publik” sebagaimana
diatur dalam PerMENPAN-RB No. 1 Tahun 2022, dapat dibagi dalam beberapa aspek,
diantaranya.
a. Aspek
Keadilan
Berpijak pada prinsip penyelenggaraan otonomi khusus di Papua keadilan dalam pemberian kebijakan terkait pengimplementasian e-kinerja haruslah yang berorientasi pada upaya peningkatan kapasitas dan kapabilitas ASN disertai dengan pemberian pemahaman dengan mempertimbangkan kondisi yang ada sehingga kebijakan yang ada haruslah sebagai bentuk transisi awal menuju bentuk ideal yang berlaku secara nasional.
b. Apek
Partisipasi
Setiap pihak yang terlibat sebagai pemangku kepentingan baik penerima dan pemberi layanan pada hakikatnya memilik perannya masing-masing sehingga senantiasa harus dilibatkan dalam berbagai tahapan transformasi digitalisasi manajemen ASN di Papua salah satunya adalah lewat publikasi lintas media tentang berbagai perubahan terkini tentang manajemen ASN yang dapat mudah dipahami oleh kalangan masyarakat luas.
c. Aspek
Akuntabilitas
Pengaplikasian Manajemen Kinerja ASN melalui E-Kinerja BKN lebih dari sekedar teknis menginput aplikasi karena merupakan wujud kinerja yang dapat dipertanggungjawabkan dengan adanya mekanisme pengunggahan / penautan link eviden. Tetapi kedepannya aspek akuntabiltas harus tampak pada tahapan intervensi rencana kerja yang terjadi serta pemberian penghargaan berupa TPP berbasis laporan kinerja.
d. Aspek
Transparansi
Setiap ASN berhak menerima informasi, penjelasan tentang kebijakan, mengajukan pengaduan dan mendapatkan solusi yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
e. Aspek
Berdaya guna
E-Kinerja BKN sekiranya dapat menjadi pemantik tercapainya berbagai sasaran pengimplementasian fasilitasi SPBE pemerintah seperti, tanda tangan digital, sistem kearsipan dinamis dan sebagainya.
f. Aspek
Aksebilitas
Sesuai dengan amanat peraturan
teknis tentang Si-ASN dan road map pengembangan SPBE di bidang pelayanan dan
pembinaan manajemen ASN sudah jelas memberi amanat bagi BKN dan pengelola
kepegawaian selaku wali data dan ASN dalam kedudukannya sebagai pemilik atau
produsen data sehingga wajib hukumnya bagi setiap pengelola kepegawaian
memastikan para ASN dapat mempergunakan layanan kepegawaian secara digital
sesuai dengan kewenangannya sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Demikian telaah ini dibuat
sebagai hasil analisa yang sekiranya dapat berguna dalam pembobotan rencana
aksi maupun perumusan kebijakan teknis pengimplementasian E-Kinerja BKN dalam
mendorong hadirnya birokrasi digital di tanah Papua.
Jayapura,
24 Januari 2024