New Public Service
Perkembangan teknologi
informasi mengharuskan terjadinya berbagai perubahan mendasar yang berdampak
pada setiap lini kehidupan manusia. Hal ini tidak terkecuali memberi sumbangsih
besar terhadap perubahan pelayanan publik pemerintah yang erat dengan birokrasi
pemerintahan. Membahas reformasi birokrasi tidak boleh terlepas dari prinsip dasar
yang menaunginya tentang perubahan paradigma Old Public Administration (OPA)
dan New Public Management (NPM) yang telah menjadi New Public Service (NPS).
Salah satu yang menonjol dari proses perubahan paradigma ini dimana NPS lebih
menekankan pada upaya birokrasi untuk mewujudkan segenap harapan masyarakat
atau pemangku kepentingan terkait.
Secara singkat pergeseran
paradigma Administrasi Publik yang mendasari terjadinya reformasi birokrasi
(NPM) dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Sumber: Spirit Reformasi
Birokrasi Publik, Djani William, 2020.
Berdasarkan perbedaan yang
ditampilkan ditinjau dari berbagai aspek terdapat kesamaan yang cukup menonjol
dimana masyarakat sebagai titik sentral fokus dari kehadiran birokrasi
pemerintahan itu sendiri. Dengan kata lain Semua yang dilakukan oleh institusi
pemerintahan haruslah lebih pada penyediaan layanan publik yang sesuai dengan
ekspektasi masyarakat dan disertai dengan diskresi yang terukur dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Hulu dan Hilir Permasalahan
Reformasi Birokrasi
Hal senada juga tampak pada
isu strategis di tingkat hulu dalam PerMENPAN No.3 Tahun 2023 tentang perubahan
atas peraturan sebelumnya tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024 dimana
penyebab terhambatnya capaian reformasi birokrasi nasional yang didominasi oleh
permasalahan di institusi pemerintahan itu sendiri. Dimana nampak bahwa
birokrasi belum kolaboratif, pengimplementasian SPBE yang masih belum optimal,
lamanya proses penyederhanan struktur dan mekanisme kerja baru, lemahnya sistem
pengawasan dalam penyelengaraan pemerintahan, dan kesemuanya itu disebabkan
oleh belum meratanya pemahaman ASN selaku pelayan masyarakat dan aktor
pemerintahan terhadap prinsip dasar Core Values ASN-BerAKHLAK.
Bercermin dari hasil evaluasi BPK-RI
(2021) terhadap Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat disimpulkan dalam dua
substansi yakni keberlanjutan otonomi khusus Papua dan Pengelolaan Data Otonomi
Khusus Papua ditemukan beberapa aspek yang perlu diperbaiki diantaranya rendahnya
pemerataan tingkat kesejahteraan masyarakat (IPM), penyalagunaan anggaran,
lemahnya entitlement dalam ranah hukum (deregulasi kebijakan) , kelembagaan
yang kurang optimal dan kapasitas SDM pemerintahan yang kurang mumpuni.
Selama periode 2008-2019, BPK
telah melakukan pemeriksaan atas pengelolaan Dana Otsus pada Provinsi Papua,
Provinsi Papua Barat, dan beberapa pemerintah kabupaten/kota di kedua provinsi
tersebut. Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan adanya permasalahan mendasar
dalam pengelolaan Dana Otsus Papua pada aspek regulasi, kelembagaan, dan sumber
daya manusia. Dari 1.500 rekomendasi hasil pemeriksaan BPK, sebanyak 527 (35%)
rekomendasi belum selesai ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan masih banyak
permasalahan yang belum terselesaikan, sehingga berdampak pada belum
tercapainya tujuan otonomi khusus di Bumi Cenderawasih.
Link Referensi:
https://www.bpk.go.id/assets/files/storage/2021/01/file_storage_1611741659.pdf
Menurut saya yang menjadi isu
cukup signifikan terkait ciri kekhususan atau entitlement lewat program
prioritas seharusnya ditentukan oleh masing-masing daerah dan hal itu hanya
dapat diwujudkan lewat hadirnya pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Akan
tetapi pada kenyataannya seringkali program prioritas dan sasaran strategis
tidak sejalan dengan kondisi riil yang diharapkan masyarakat. Pada kenyataan
selama ini acap kali banyak ASN tidak mengetahui tugas pokok, fungsi dan isu
strategis yang dipangku mereka selaku pelayan publik hal ini kemudian berujung
pada munculnya anggapan bahwa ASN akan bekerja apabila telah diperintah oleh
pejabat yang berwenang. Rendahnya kapasitas kelembagaan juga nampak pada
minimnya pengimplementasian Standar Operasional Prosedur Administrasi
Pemerintahan (SOP-AP) di OPD. Padahal di
era reformasi birokrasi ini semua pihak dituntut untuk berkinerja tinggi dan
memiliki kemampuan literasi digital yang mencukupi.
Keterbukaan Informasi Publik
di Bumi Cenderawasih
Berdasarkan pengalaman saya selama bertugas dalam menjalankan pembinaan Sistem Manajemen ASN di wilayah kerja Kantor Regional IX BKN Jayapura satu hal yang menjadi kendala lambannya respon publik ASN terhadap perubahan terletak pada diseminasi informasi yang kurang optimal. Padahal Informasi publik adalah hak setiap masyarakat sesuai dengan amanat UUD 1945. Lebih tepatnya pada pasal 28 F dinyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangankan pribadi dan lingkungan sosiallnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan mengunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Keterkaitan informasi publik dengan lingkungan pemerintahan dapat dilihat pada UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pada bagian tujuan diantaranya :
- Mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.
- Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik.
- Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik.
- Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik,
yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat
dipertanggungjawabkan.
- Mengetahui alasan kebijakan publik yang
mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
- Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan
kehidupan bangsa.
- Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan informasi yang berkualitas.
Dugaan tesebut kemudian terkonfirmasi pada hasil penilaian Indeks Keterbukaan Informasi Publik oleh Komisi Informasi RI tahun 2022. Dimana Provinsi Papua menduduki posisi kedua capaian terendah berdasarkan instrumen pengukuran yang telah ditetapkan oleh Komisi Informasi RI. Pada bagian akhir laporan disimpulkan bahwa kondisi capaian Provinsi Papua (63,63) dan Papua Barat (65,87) berada pada kategori rentan sehingga perlu mendapat perhatian lebih sebab terkait juga dengan upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik / good gorvernance. Sedangkan rekomendasi yang dirumuskan yang terkait langsung dengan pemerintahan daerah dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
No. |
Tujuan Rekomendasi |
Rekomendasi |
1 |
Kementerian
Dalam Negeri |
Mendukung
pelaksanaan Undang-undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik dengan penguatan kapasitas kelembagaan dan kinerja PPID melalui
Peraturan Menteri yang secara substansi berisi, 1) kewajiban pelaksanaan
keterbukaan informasi publik bagi pemerintah provinsi, kota dan kabupaten,
dan 2) dukungan alokasi anggaran yang memadai di setiap daerah untuk
pengelolaan keterbukaan informasi publik. |
2 |
Dewan
Perwakilan Rakyat Provinsi |
1)
Secara aktif mengawasi pelaksanaan keterbukaan informasi publik di provinsi
masing-masing; |
2)
Membuat dan memastikan terlaksananya kebijakan yang menjamin dan melindungi
secara hukum kepada whistleblower di provinsi masing-masing. |
||
3 |
Pemerintah
Provinsi |
1)
Meningkatkan alokasi anggaran dan menyediakan sarana dan prasarana yang
memadai bagi Komisi Informasi Daerah dan pengelola informasi publik di
provinsi masing-masing; |
2)
Menginstruksikan setiap badan publik untuk membuka informasi publik
sebagaimana amanat Undang-undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik; |
||
3)
Mendorong setiap badan publik untuk melakukan sosialisasi dan literasi
keterbukaan informasi publik. |
||
4 |
Badan
Publik, organisasi yang menggunakan dana APBN/APBD dan bantuan asing. |
1)
Membuka informasi publiknya tanpa diskriminasi dan ramah pada kelompok-kelompok
masyarakat dengan keterbatasan, terutama kelompok difabel dan yang jauh dari
akses teknologi; |
2)
Memastikan penerapan prinsip-prinsip proporsionalitas dalam pembatasan
pemberian informasi sesuai UU No.14 Tahun 2008. |
||
5 |
Masyarakat
Umum |
1)
Terlibat aktif dalam meningkatkan kualitas keterbukaan informasi publik,
terutama pada perencanaan, pengambilan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan
publik di daerahnya masing-masing; |
2)
Terlibat aktif dalam pemantauan, pelaporan dan pengajuan sengketa keterbukaan
informasi publik pada badan publik yang tidak menyediakan informasi publik
sebagaimana amanat Undang-undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik. |
Link Laporan IKIP :
https://drive.google.com/file/d/1j__deOIFoz5eVAEow1AXNHqsPRzu55Nw/view
Diseminasi Informasi Publik
sebagai wujud kolaborasi.
Menurut saya kolaborasi
menjadi sangat penting mengingat tantangan pelayanan di era reformasi birokrasi
dengan perubahan perspektif tata kelola pemerintahan yang berpihak terhadap
kearifan lokal setempat dalam iklim Kebijakan Otonomi Khusus Papua (UU No.2 Tahun 2022 jo. UU 21 Tahun
2001). Saya kemudian menemukan fakta dari berbagai referensi
yang saya baca terkait opini berbagai lembaga pemerintahan tentang pengelolaan
kebijakan dan dana otonomi khusus Papua dimana terindikasi kurang sinkronnya unsur
perencanaan pemerintah daerah dengan tujuan hakiki penyelenggaraan otonomi
khusus Papua yang seharusnya menjembatani kesenjangan pembangunan dengan visi
membangun kemandirian fiskal daerah berbasis PAD. Sehingga disarankan agar
Pemerintah Pusat dan Daerah perlu melakukan upaya penguatan dan sinkronisasi
program dan kegiatan untuk percepatan pembangunan, peningkatan kesejahteraan
masyarakat, serta peningkatan perekonomian di daerah Otsus (Kajian Efektifitas Implementasi Dana
Otsus – Kementerian Keuangan RI – 2019). Disamping itu rupanya dari
tahun 2021 BAPPENAS telah mendorong pengimplementasian reformasi birokrasi dan
manajemen talenta nasional (Permen
PPN No.5 Tahun 2021) lewat terkait pengadaan SDM OAP di kementerian
/ lembaga dan sekolah kedinasan serta pemagangan ASN di Kementerian Lembaga. Walaupun
semuanya itu telah dilaksanakan tetapi dampaknya belumlah signifikan karena
pemerintah seolah-olah berjalan sendiri tanpa melibatkan masyarakat sebagai
pemangku kepentingan terkait.
Menjadi pertanyaan kita bersama kedepannya adalah seberapa besar komitmen pemerintah daerah untuk mendorong pelaksanaan manajemen perubahan sektor pemerintahan. Sebab hal tersebut telah dijawab secara konkrit melalui strategi dalam kerangka PerPRES No.24 Tahun 2023 tentang RIPPP pada butir strategi 21 terkait meningkatkan penyelenggaraan pelayanan publik terpadu. Prioritas kunci yang dimaksud adalah Penguatan Open Government Indonesia (OGI) di Papua yang terdiri atas beberapa fokus diantaranya :
- Peningkatan kualitas pengaduan pelayanan publik.
- Pengembangan model inovasi pelayanan publik untuk kelompok marjinal.
- Pengembangan portal keterbukaan informasi dan partisipasi publik.
- Percepatan terwujudnya keterbukaan Pemerintah Daerah dan pelayanan publik yang optimal.
- Peningkatan sinergitas pengawasan antara masyarakat dan pemerintah daerah.
- Peningkatan pelayan publik yang inklusif dan mengedepankan partisipasi masyarakat dalam proses ko-kreasi dan evaluasi pelayanan publik.
Penutup
Pada akhirnya saya
menyimpulkan keterbukaan informasi sebagai kunci utama pengimplementasian
konsep reformasi birokrasi dalam pelayanan khususnya dalam konteks diskresi
kebijakan di bumi cenderawasih. Karena menurut saya perubahan dapat terjadi
apabila para pimpinan daerah berkomitmen untuk memastikan pemerintah dan
masyarakat mendapatkan informasi publik yang dibutuhkan. Apabila diseminasi
informasi tersebut sudah merata maka sudah dapat dipastikan semua pemangku
kepentingan dalam perannya masing-masing baik itu ASN maupun masyarakat luas dapat turut serta
berpartisipasi karena telah menangkap sisi positif dari setiap kebijakan yang
ada. Akhir kata saya menyarankan agar
setiap unsur yang terkait dengan pemerintahan dapat memperoleh informasi yang
dibutuhkan melalui PPID maupun berbagai portal terpercaya lainnya sehingga
meminimalisir kemungkinan timbulnya berbagai konflik.